tentang saya

tentang saya

Selasa, 04 Oktober 2011

ph tanah








LABORATORIUM FISIKA TANAH
JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Larutan tanah adalah sifat tanah yang mengandung ion-ion terlarut yang merupakan hara tanaman. Konsentrasi ion-ion ini sangatlah beragam, tergantung pada ion terlarut serta jumlah bahan pelarut.
Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral, dan alkalis. Di mana dalam pernyataan ini didasarkan pada jumlah ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Bila dalam larutan ditemukan ion H+ lebih banyak dari ion OH, maka reaksi tanah tersebut adalah masam. Bila ion H+ sama dengan atau seimbang dengan ion OH maka reaksi tersebut adalah netral. Dan jika ion OH- lebih banyak dari ion H+ maka reaksi tersebut disebut reaksi alkalis.
Reaksi tanah berdasarkan atas dua unsur di mana sumber keasaman tanah adalah asam-asam organik dan anorganik serta ion-ion H dan Al dapat ditukar misalnya koloid dan sumber alkinitas atau kebasahan dimana hasil hidrolisis dari ion dapat tukar atau garam-garam alkalis.
Seperangkat faktor kimia tertentu menentukan pH yang terukur pada tanah. Oleh karena itu, penentuan pH tanah adalah salah satu uji yang paling penting yang dapat digunakan untuk mendiagnosis masalah pertumbuhan tanaman. Misalnya, daun yang berwarna hijau pucat pada tanaman yang sakit dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Apabila pH tanahnya serendah 5,5 atau kurang, maka penyakit tanaman itu mungkin tidak disebabkan oleh defisiensi besi, karena senyawa-senyawa besi mudah larut dalam keadaan asam. Apabila pH tanah adalah 8, maka kemungkinan adanya defisiensi besi perlu diperhitungkan sungguh-sungguh karena senyawa-senyawa besi sangat sukar larut pada tanah yang pH-nya 8.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu melakukan percobaan reaksi tanah (pH) untuk mengetahui jenis reaksi dan nilai pH tanah Alfisol pada berbagai lapisan tanah.
1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum reaksi tanah (pH) adalah untuk mengetahui nilai pH pada tiap lapisan tanah Alfisol,sedangkan kegunaan dari praktikum reaksi tanah (pH) adalah memberi informasi pada jenis-jenis tanah yang dapat menentukan jenis suatu komoditas yang dapat dikembangkan pada tanah tersebut.


















II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Reaksi Tanah
Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting sebab terdapat hubungan pH dengan ketersediaan unsur hara dan juga terdapat hubungan antara pH dengan proses pembentukan tanah. Kemasaman tanah ditentukan oleh dinamika H+ di dalam tanah, ion H+ yang terdapat dalam suspensi tanah berada keseimbangan antara ion H+ yang terjerap. Akibat dari proses itu, maka dikenal dua jenis kemasaman, kemasaman aktif dan kemasaman potensial. Kemasaman aktif disebabkan oleh ion H+ di dalam larutan tanah, sedangkan kemasaman potensial disebabkan oleh ion H+ dan Al3+ yang terjerap pada permukaan kompleks jerapan (Anonim, 2009).
Untuk menyeragamkan pengertian, sifat reaksi dinilai berdasarkan konsentrasi ion H dan dinyatakan dengan pH. Dengan kata lain, pH tanah = - log  [H] tanah. Bila konsentrasi ion H bertambah maka pH turun, sebaliknya bila konsentrasi ion OH bertambah pH naik. Distribusi ion H dalam tanah tidak homogen. Ion H lebih banyak dijerap daripada ion OH, maka ion H lebih pekat di dekat permukaan koloid, sedangkan OH sebaliknya. Dengan demikian pH lebih rendah di dekat koloid daripada tempat yang jauh dari koloid (Hakim, dkk. 1986).
Larutan mempunyai pH 7 disebut netral, lebih kecil dari 7 masam, dan lebih besar dari 7 basis atau alkalis. Pada keadaan netral konsentrasi ion H+ sama besar dengan konsentrasi ion OH- dan pada keadaan alkalis sebaliknya. Reaksi tanah menunjukkan tentang keadaan atau status kimia tanah. Status kimia tanah mempengaruhi proses-proses biologik, seperti pertumbuhan tanaman. Reaksi atau pH yang ekstrim menunjukkan keadaan kimia tanah yang dapat mengganggu proses biologik. Kelas kemasaman tanah ada 6 macam, yaitu < 4,5 sangat masam, 4,5 - 5,5 masam, 5,6 - 6,5 agak masam, 6,6 - 7,5 netral, 7,6 - 8,5 agak alkalis, dan < 8,5 alkalis (Pairunan, dkk. 1985).
Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0 yang disebut tanah sulfat masam (cat clay) karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat kering (arid) kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam Na. Pentingnya pH tanah adalah menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman, menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun, dan mempengaruhi    perkembangan mikro   organisme. Tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pH-nya dengan menambahkan kapur ke dalam tanah, sedang tanah yang terlalu alkalis dapat diturunkan pH-nya dengan penambahan belerang  (Hardjowigeno, 2003).  
Pengaruh pH tanah yang utama bersifat hayati. Beberapa organisme mempunyai toleransi agak kecil terhadap variasi pH tanah, tetapi organisme lainnya mempunyai toleransi kisaran pH-nya luas. Dari penelitian terbukti bahwa sesungguhnya konsentrasi H+ atau OH- tidak begitu penting kecuali pada keadaan yang  ekstrim. Yang  paling  penting   adalah   keadaan - keadaan  pH  tertentu   yang
berkaitan (Foth, 1994).
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Tanah
            Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi tanah yaitu sebagai berikut Hakim, dkk, (1986) :
1)            Kejenuhan Basa
Kejenuhan basa adalah perbandingan antara kation basa dengan jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah.  Kejenuhan basa juga mencerminkan perbandingan kation basa dengan kation hidrogen dan almunium. Berarti semakin kecil kejenuhan basa, semakin masam pula reaksi tanah tersebut atau pH-nya semakin rendah. Kejenuhan basa 100% mencerminkan pH tanah yang netral, kurang dari itu mengarah ke pH tanah masam, sedangkan lebih dari itu mengarah ke basa.
2)            Sifat Misel (Koloid)
Sifat Misel yang berbeda-beda dalam mendisosiasikan ion H+ terjerap menyebabkan pH tanah berbeda pada koloid yang berbeda, walaupun kejenuhan basanya sama. Koloid organik mudah mendisosiasikan ion H+  ke dalam larutan.
            Faktor-faktor lain yang mempengaruhi  tingkat kemasaman tanah yaitu pencucian basa, mineralisasi atau dekomposisi bahan organik, respirasi akar yang menghasilkan CO2 dan pemberian pupuk yang bereaksi masam dalam tanah (Pairunan, dkk, 1985).


III. BAHAN DAN METODE


3.1. Tempat dan Waktu
Praktikum Reaksi Tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makassar pada hari Kamis, tanggal 23 April 2009, pada pukul 14.00 WITA – selesai.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum Reaksi Tanah  adalah timbangan, pH meter, dan tempat roll film.
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum Reaksi Tanah adalah sampel tanah terganggu Alfisol titik I, II, dan  III, tanah Inceptisol titik IV dan V, aquadest, tissu rol, kertas label.
3.3. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari percobaan Reaksi Tanah adalah :
1.      Memasukkan 10 gram tanah halus ke dalam tabung reaksi atau tempat roll film dan menambahkan air suling 10 ml (rasio 1 : 2)
2.      Mengocok selama 30 jam dengan digoyang-goyangkan, kemudian mendiamkan selama 1 menit
3.      Mengukur pH dengan pH meter

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 11. Hasil Pengukuran pH tanah Alfisol lapisan  I dan II


Lapisan
pH Tanah
Kriteria
I
5,05
Masam
II
5,49
Masam
               Sumber data Primer setelah diolah,2010


4.2. Pembahasan
            Berdasarkan tabel di atas, maka titik I pada tanah Alfisol pH-nya sebesar 6,92. berarti tanah tersebut bersifat netral. Hal ini karena pH tanah pada titik I berkisar 6,5-7,5 tanah bereaksi netral. Sesuai pendapat Foth (1994) bahwa tanah yang berkisar antara 6,5-7,5 bersifat netral karena ion H+ sama dengan ion OH- dalam tanah.
Titik II pada tanah Alfisol ini memiliki pH 5,83. Tanah ini bersifat masam, hal ini disebabkan karena kandungan  H+  lebih besar daripada OH-. Ini sesuai dengan pendapat Foth (1994), yang berpendapat bahwa dalam tanah masam dikarenakan kadar H+  lebih tinggi daripada kadar OH-.
         Pada titik III pH-nya sebesar 6,22 dan tergolong masam. Hal ini dikarenakan tanah tersebut mengandung kadar ion H+  lebih banyak dibandingkan dengan ion OH- karena sedikitnya jasad hidup (organisme) yang hidup pada lapisan ini dan perakaran tanaman hanya sedikit yang mampu menembus lapisan ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanchez (1998), ia berpendapat bahwa tanah yang bersifat masam disebabkan karena hanya sedikit organisme yang mampu untuk beradaptasi dalam menguraikan ion H+.
Pada titik IV memiliki pH sebesar 6,52. dan tergolong netral. Hal ini dikarenakan tanah tersebut mengandung kadar ion H+ dan OH- yang seimbang, pada tanah ini banyak mengandung unsur hara. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanchez (1976), ia mengatakan bahwa tanah yang memiliki pH 6,5 – 7,5 tergolong pada pH netral, maka unsur hara yang tersedia dalam jumlah yang cukup banyak (optimal).
Pada titik V pH yang dimiliki sebesar 6,62 dan tergolong netral. Pada tanah ini memiliki kejenuhan basa 100%. Hal ini sesuai dengan pendapat Hakim 1986) yang berpendapat bahwa tanah yang mempunyai kejenuhan basa 100% mencerminkan pH tanah yang netral.



































V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
       Berdasarkan pengamatan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :
1)      Tanah pada titik I mempunyai pH sebesar 6,92 dan tergolong netral.
2)      Tanah pada titik II mempunyai pH sebesar 5,83 dan tergolong masam
3)      Tanah pada titik III mempunyai pH sebesar 6,22 dan tergolong masam.
4)      Tanah pada titik IV mempunyai pH sebesar 6,52 dan tergolong netral.
5)      Tanah pada titik V mempunyai pH sebesar 6,62 dan tergolong netral
6)      Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi tanah yaitu kejenuhan basa, macam kation terjerap, curah hujan dan pemupukan.
5.2. Saran
Apabila tanah agak masam / masam, maka sebaiknya ditambahkan dengan kapur agar tanah menjadi netral dan apabila tanah agak alkalis / alkalis, maka sebaiknya ditambahkan dengan belerang / sulfur, agar tanah menjadi netral, karena tanaman dapat tumbuh dengan baik apabila pH suatu tanah netral.






DAFTAR PUSTAKA


Anonim, 2009. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar

Foth, Hendry D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Erlangga, Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung

Hardjowigeno, H. Sarwono., 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta

Pairunan, Anna K., J. L. Nanere, Arifin, Solo S. R. Samosir, Romualdus Tangkaisari, J. R. Lalopua, Bachrul Ibrahim, Hariadji Asmadi, 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur


mengembang mengerut







LABORATORIUM FISIKA TANAH
JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2010
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sifat mengembang dan mengerut adalah masuk atau keluarnya air ke atau dari antara lempeng-lempeng liat kristal tipe 2 : 1 menyebabkan terlihatnya sifat mengembang dalam keadaan basah dan mengerut kalau kering.
            Pengembangan terjadinya karena beberapa sebab, sebagian pengembangan terjadi karena penetrasi air ke dalam lapisan kristal liat, yang menyebabkan pengembangan dalam kristal. Akan tetapi, sebagian besar terjadi karena tertariknya air ke dalam koloid-koloid dan ion-ion yang teradsorbsi pada liat dan karena udara yang terperangkap di dalam pori mikro ketika memasuki pori tanah.
            Retakan-retakan tanah dapat memperbaiki aerasi tanah pada bagian lebih dalam. Namun, retakan-retakan yang terlalu lebar dapat menyebabkan putusnya akar-akar tanaman. Pengembangan dan pengerutan yang tidak sama dapat menyebabkan retaknya pondasi gedung-gedung, sedangkan jalan yang diperkeras menjadi bergelombang
            Pengembangan tanah adalah penjenuhan air sehingga menutupi celah-celah retakan tanah yang diakibatkan oleh pengerutan. Tanah yang banyak mengandung mineral liat smectit memperlihatkan sifat mengembang dan mengerut. Kation-kation dan molekul-molekul air sudah masuk antara unit kristal mineral sehingga mineral akan mengembang saat basa dan mengerut saat kering, karena banyaknya air yang hilang pada tanah tersebut.
            Berdasarkan uraian tersebut, maka praktikum tentang praktikum  mengembang dan  mengerut   perlu  di   lakukan untuk   mengetahui    tingkat  pengembangan   dan pengerutan tanah agar dapat diolah dengan baik.
1.2. Tujuan dan Kegunaan 
Tujuan dilaksanakannya praktikum mengembang dan mengerut adalah untuk membandingkan pengembangan dan pengerutan pada tanah Alfisol.Sedangkan kegunaan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pengolahan pada tanah-tanah yang memiliki sifat pengembangan dan pengerutan.










III. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum tentang sifat mengembang dan mengerut tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika Tanah, Jurusan  Ilmu   Tanah   Fakultas  Pertanian Universitas Hasanuddin,  Makassar,   pada hari  Rabu tanggal  10 November  2010 pukul 13.00 WITA sampai selesai.
3.2. Alat dan Bahan
Alat- alat  yang digunakan yaitu cawan petri, saringan, batu, gelas ukur, oven, jam dan mistar.
Bahan- bahan  yang  digunakan  yaitu  sampel  tanah Alfisol, air, kertas label, tissu roll.
3.3. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja praktikum mengembang dan mengerut sebagai berikut:
3.3.1 Pengerutan Tanah
Prosedur kerja praktikum pengerutan tanah,yaitu sebagai berikut :
1.      Memasukkan tanah pada wadah cawan petridish sehingga hampir penuh.
2.      Menambahkan air sehingga menimbulkan sedikit genangan,kemudian diovenkan selama 1 x 24 jam (1 hari).
3.      Mengeluarkan cawan petridish dan tanah kemudian dinginkan.
4.      Tingkat pengerutan dapat dinyatakan dengan memperkirakan luas retakan-retakan dengan luas permukaan tanah semula dalam keadaan basah. Retakan-retakan dibagi dalam segmen-segmen yang diukur panjang dan lebarnya.
Persentase Pengerutan Tanah      =   total luas retakan   x 100
                                                          Luas  permukaan tanah

3.3.2Pengembangan Tanah
Prosedur kerja pada praktikum pengembanga tanah, yaitu sebagai berikut:
1)      Tanah kering (< 2 mm) dimasukkan dalam gelas ukur 50 ml hingga volume tanah 15ml. Gelas ukur ini dihentak-hentakkan beberapa kali untuk memadatkan tanah.
2)      Mengeluarkan tanah tersebut ke wadah lain.
3)      Memasukkan air sebanyak 25 ml ke dalam gelas ukur, kemudian masukkan kembali tanah sedikit demi sedikit hingga semuanya masuk ke dalam air tersebut. Air di dalam gelas ditambah bila masih ada bagian yang belum basah.
4)      Membiarkan tanah membasah selama sekitar setengah jam, kemudian gelas ukur dihentak-hentakkan supaya tanah lebih padat.
5)      Membaca volume tanah  yang   telah basah  tersebut.  Hitung  besar   pertambahan volume tanah dalam keadaan basah dibangdingkan keadaan kering.
 Persentase Pengembangan =Volume tanah basah – volume tanah kering


            Prosedur praktikum pengerutan tanah, adalah sebagai beriukut:
1)      Masukkan tanah masing-masing wadah sehingga hampir penuh.
2)      Tambahkan air hingga menimbulkan sedikit genangan, kemudian tanah dihancurkan dengan menggunakan pengaduk. Penghancuran tanah dilakukan pula pada hari berikutnya. Perhatikan bahwa di atas tanah terdapat sedikit genangan.
3)      Pada hari kedua, air genangan dikeluarkan dengan memiringkan wadah dengan hati-hati. Tanah tanpa air genagan tersebut seanjutnya dibiarkan mengering di dalam oven selama ± 3 jam.
4)      Bila berat kering tanah telah tetap (ditandai dengan tetapnya berat kering tanah plus wadah), pengamatan tingkat pengerutan tanah dapat dilakukan.
5)      Tingkat pengerutan tanah dapat dinyatakan dengan memperkirakan luas retakan-retakan dengan luas permukaaan tanah semula dalam keadaan basah. Retakan-retakan dibagi dalam segmen-segmen yang diukur panjang dan lebarnya.
6)      Menghitung nilai pengerutan tanah dengan persamaan :
% Pengerutan Tanah = Panjang tanah basah – Panjang tanah kering  X 100 %
                          Panjang tanah kering






II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mengembang dan Mengerut
Secara umum alihan mineral liat ditentukan oleh bahan induk sementara modifikasi dalam hal jumlah dan jenis mineral liat ditentukan oleh pelapukan pedogenik. Pada tanah-tanah yang berkembang pada Permian Redbeds termasuk Alfisol, Culver dan Gray (1988) menndapatkan bahwa liat kasar umumnya illit dan liat halus umumnya monmorilonit. Dengan demikian horizon argilik yang terbentuk mengandung komponen mineral-mineral antar lapisan illit-montmorilonit yang tinggi. Hal seperti ini bukan merupakan hal yang umum. Tanah yang berkembang dari glacial till dan loess memperlihatkan kecenderungan yang sama.(Lopulisa, 2004).
            Pelapukan mineral-mineral primer merupakan suatu peristiwa penting dalam genesa Alfisol. Pengaruh ini terlihat pada jumlah spesies ion yang ada dalam solum yang dihasilkan secara realtif, jika tidak secara absolut. Selain itu besaran dan jumlah kompleks pertukaran utamanya pada Alfisol berkorelasi berlangsung dengan konsentrasi produk-produk pelapukan mineral. (Hakim, dkk, 1986).
            Translokasi dalam profil Alfisol yaitu perkembangan dan akumulasi mineral-mineral sekunder, utamanya mineral liat alumino silikat. Berbagai jenis mineral liat yang biasanya berkembang dengan struktur smektif umumnya mendominasi fraksi liat yang lebih halus sementara liat illit, vermikulit, dan kaolinit lebih jelas dan lebih umum pada liat yang lebih kasar (>1µm). Jumlah montmorilonit  meningkat pada horizon B utamanya pada tanah Alfisol (Buckman dan Brady 1982).
            Tanah Alfisol mempunyai ikatan hidrogen karena muatan positif ion N­+ yang menarik kuat muatan negative dari oksigen unit kristal tetangganya, ikatan kuat inilah yang mneyebabkan tanah Alfisol tidak dapat mnegembang. Dengan demikian molekul-molekul-molekul air atau ion-ion lain dapat masuk diantara lapisan unit
kristal dari mineral tersebut.(Pairunan, dkk, 1985).
2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mengembang dan Mengerut
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengembang yaitu, sebagian pengembangan terjadi karena penetrasi air ke dalam lapisan kristal liat, yang menyebabkan pengembangan tanah dalam kristal. Akan tetapi, sebagian besar terjadi karena tertartiknya air ke dalam koloid-koloid dan ion-ion yang terabsorpsi pada liat dan karena udara yang terperangkap di dalam pori mikro ketika memasuki pori tanah (Anonim, 2006).
            Sifat mengembang dan mengerut disebabkan oleh kandungan air relatif, terutama yang berada di satuan-satuan struktural misel. Jika kisi habrul lempung mengembang akan terjadi pengerutan pada waktu terjadi pembasahan oleh air. Setelah mengalami kekeringan sesuatu tanah yang cukup lama akan mengalami retak yang cukup dalam, sehingga hujan pertama mudah masuk ke dalam tanah (Buckman dan Brady 1982).



IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
            Berdasarkan percobaan yang dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai  berikut:
Tabel 5 : Hasil Perhitungan Nilai Pada Tanah Alfisol Titik I, II, dan III
Parameter Pengamatan
% Pengembangan
% Pengerutan
Titik  I
Titik II
Titik III
13,33%
13,33%
16,66%

3,8%
3,5%
1,4%

Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2009.
Tabel 6 : Hasil Perhitungan Nilai Pada Tanah Inceptisol Titik IV dan V.
Parameter Pengamatan
% Pengembangan
% Pengerutan
Titik  IV
Titik V
33,33%
26,66%
22,5%
36,36%
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2009.






4.2 Pembahasan
            Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh pada tanah Alfisol titik I persentase pengembangannya adalah 13,33 % dan pengerutannya 3,8 % di mana titik ini  pengembangan lebih  relatif tinggi, hal ini disebabkan karena lemahnya ikatan oksigen di dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (2003) yang menyatakan bahwa mineral liat montmoriollinit yang bertipe 2 : 1 masing masing unit di hubungkan dengan yang lain yaitu ikatan oksigen dengan air sehinnga tanah mengakibatkan tanah mudah mengerut bila kering.
            Berdasarkan pengamatan pada titik II pada tanah Alfisol persentase pengembangannya adalah 13,33 % sedangkan persentase pengerutannya 3,5 %. Pada titik ini memiliki sifat mengembang  dan mengerut juga yang hamper sama dengan titik I. Hal ini disebabkan karena sifat liat atau plastisitas kedua tanah tersebut di mana sifat plastisitas yang tinggi pada tanah akan berpengaruh pada sifat mengembang dan mengerut tanah, Hal ini sesuai dengan pendapat Buckman dan Brady (1982) bahwa umumnya satu masalah penting pada plastisitas tanah adalah sifat lekat ketika basah di mana tanah mudah lekat dan menjadi keras ketika kering.
            Berdasarkan pengamatan pada lapisan III pada tanah Alfisol persentase pengembangannya adalah 16,66 % sedangkan persentase pengerutannya 1,4 % pada titik ini memiliki sifat mengembang relatif tinggi di banding sifat mengerut. Hal ini disebabkan karena  kandungan air yang relatif tinggi hal ini sesuai dengan pendapat Hakim, dkk (1986) yang menyatakan bahwa sifat mengembang dan mengerut pada tanah disebabkan karena kandungan air yang relatif tinggi terutama yang berada diantara satuan satuan struktur misel. Jika kisi lempung dari pengembangan akan terjadi pengembangan pada waktu basah.
            Berdasarkan pengamatan pada lapisan IV pada tanah Inceptisol persentase pengembangannya adalah 33,33 % sedangkan persentase pengerutannya 22,5 %. Pada titik ini presentasi pengembangan dan pengerutannya cukup tinggi hal ini disebabkan karena tanah ini bertekstur liat sehingga banyak menyerap air. Ini sesuai dengan pendapat Pairunan, dkk (1985) menyatakan tanah yang mengandung banyak mineral liat akan memperlihatkan sifat mengembang pada saat tanah basah karena molekul air mudah masuk pada rongga antara unit kristal mineral.
            Berdasarkan pengamatan pada lapisan V pada tanah Alfisol persentase pengembangannya adalah 26,66 % sedangkan persentase pengerutannya 36,36 %. Pada titik ini presentasi pengerutan lebih tinggi bila dibandingkan dengan preasentasi pengembangan. Hal ini terjadi karena pada tanah titik ini memiliki kandungan kadar air yang lebih rendah sebab kandungan liatnya pula yang rendah sehingga kemampuan tanah dalam menahan air sangat rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Buckman dan Brady (1992) bahwa tanah yang memiliki kandungan liat yang rendah akan mengalami pengerutan yang tinggi sehingga sulit untuk menahan air mengakibatkan pori tanah mengecil.



I.                   KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan mengembang dan mengerut tanah, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
  • Persentase pengembangan pada titik I yaitu 13,33 % dan  pengerutan sebesar 3,8%.
  • Persentse pengembangan pada titik II sebesar 13,33 % dan  pengerutan sebesar 3,5%.
  • Persentase pengembangan pada titik III sebesar 16,66 % dan pengerutan sebesar 1,4%.
  • Persentase pengembangan pada titik IV sebesar 33,33 % dan pengerutan sebesar 22,5%.
  • Persentase pengembangan pada titik V sebesar 26,66 % dan pengerutan sebesar 36,36%.
  • Faktor yang mempengaruhi pengembangan dan pengerutan tanah adalah kandungan liatnya, volume kebasahan dan kapasitas tukar kation (KTK).


5.2 Saran
            Sebaiknya dalam memilih tanah yang cocok untuk dijadikan lahan pertanian, perlu memperhatikan tingkat persentase pengembangan dan pengerutannya, agar tanaman yang ditanam dapat tumbuh dan berkembang dengan subur.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006. Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian dan Kehutanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Buckman dan Brady., 1982. Ilmu Tanah. PT Bharata karya aksara. Jakarta.
Hakim. N., M.Y. Nyapka, A.M Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Dina, G.B Hong, H.H Baile., 1986, Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung : Lampung.

Lopulisa, Christianto., 2004. Tanah-Tanah Utama Dunia. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin : Makassar.

Pairunan, Anna, K., Nanere, J, L., Arifin., Solo, S, R. Samosir, Romoaldus Tangkaisari, J. R Lalapia Mace, Bachrul Ibrahim., Hariadji Asnadi., 1985. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur : Makassar.



















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan Hasil Perhitungan Persentase Sifat Mengerut pada Tanah Alfisols
Jenis Tanah
% Pengerutan
% Pengembangan
Alfisols
2,9%
2,6 %


4.2.  Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan  dapat diperoleh bahwa persentase pengerutan pada tanah Alfisols adalah 2,9 % dan pada pengembangan 2,6 %.  Dari hasil tersebut dapat diketahui tingkat persentase pengerutan tanah pada tanah Alfisols seperti tanah kebun.
Nilai persentase pengerutan terdapat pada tanah Alfisols yaitu 2,9 %.  Hal ini disebabkan oleh kandungan air pada tanah ini lebih rendah sebab kandungan litany rendah pula sehingga kemampuan tanah dalam menahan air sangat rendah.  Hal ini sesuai dengan pendapat Buckman dan Brady (1992) bahwa tanah yang memiliki kandungan liat yang rendah akan mengalami pengerutan yang tinggi sehingga sulit untuk menahan air mengakibatkan pori tanah mengecil.
Persentase pengembangan adalah 2,6 %, hal ini terjadi karena kandungan kadar airnya lebih banyak sehingga kemampuan memegang airnya lebih tinggi menyebabkan persentase pengembangan lebih sedikit.  Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hakim, dkk (1986) bahwa semakin tinggi kadar air pada suatu lapisan maka kemampuan memegang airnya semakin besar.
Menurut Anonim (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi mengembang dan mengerut adalah pengembangan terjadi karena penetrasi air ke dalam lapisan kristal liat, yang menyebabkan pengembangan di dalam Kristal.  Akan tetapi sebagian besar terjadi karena tertariknya air ke dalam koloid-koloid dan ion-ion yang terabsorpsi pada liat dank arena udara yang terperangkap di dalam pori mikro ketika memasuki tanah.