tentang saya

tentang saya

Senin, 20 Desember 2010

laporan profil tanah

1.      PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tanah adalah lapisan nisbi tipis pada permukaan kulit. Pembentukan tanah dari bongkahan bumi mulai dari proses-proses pemecahan atau penghancuran dimana bahan induk berkeping-keping secara halus.
Fungsi utama tanah adalah sebagai media tumbuh makhluk hidup. Proses pembentukan tanah dimulai dari hasil pelapukan batuan induk (regolit) menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan yang dilapuk oleh mikroorganisme dengan bahan mineral dipermukaan tanah, pembentukan struktur tanah, pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas ke bagian bawah dan berbagai proses lain, sehingga apabila kita menggali lubang pada tanah maka akan terlihat lapisan-lapisan tanah yang berbeda sifat fisik, kimia, dan biologinya, lapisan-lapisan inilah yang disebut dengan horizon tanah yang terbentuk dari mineral anorganik akar. Susunan horizon tanah tersebut biasa disebut profil tanah.
Dengan kata lain, profil tanah merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah yang menunjukkan susunan horizon tanah, dimulai dari permukaan tanah sampai lapisan bahan induk dibawahnya. Lapisan-lapisan tersebut terbentuk selain dipengaruhi oleh perbedaan bahan induk sebagai bahan pembentuknya, juga terbentuk karena pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air. Terdapatnya horizon-horizon pada tanah-tanah yang memiliki perkembangan genetis menyugestikan bahwa beberapa proses tertentu, umum terdapat dalam perkembangan profil tanah.
Berdasarkan uraian di atas maka dilakukan pengamatan profil tanah dalam langkah awal penelitian dan pengamatan terhadap tanah.


1.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum ini adalah pengamatan langsung di lapangan mengenai profil tanah dan untuk mengetahui sifat fisik serta faktor-faktor yang mempengaruhinya..
Kegunaan praktikum adalah sebagai bahan informasi dalam hubungan proses pedogenesis tanah dan merupakan bahan perbandingan antara materi kuliah dan praktikum yang dilakukan di lapangan.





II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Tanah
Profil tanah merupakan suatu irisan melintang pada tubuh tanah dibuat dengan cara menggali lubang dengan ukuran (panjang dan lebar) tertentu dan kedalaman yang tertentu pula sesuai dengan keadaan keadaan tanah dan keperluan penelitian. Tekanan pori diukur relative terhadap tekanan atmosfer dianamakan muka air tanah. Tanah yang diasumsikan jenuh walaupun sebenarnya tidak demikian karena ada rongga-rongga udara (Pasaribu, 2007).
Horizon Tanah adalah tanah terdiri dari lapisan berbeda horisontal, pada lapisan yang disebut horizons. Mereka mulai dari kaya, organik lapisan atas (humus dan tanah) ke lapisan yang rocky (lapisan tanah sebelah bawah, dan regolith bedrock)  (Anonim 1, 2010).
Horizon dan lapisan terbagi sesuai dengan (Anonim 2, 2010):
1. Horizon organik : horizon organik dari tanah mineral
            a. Terbentuk pada bagian atas tanah mineral
b. Terdiri atas oleh bahan-bahan organik segar/terurai sebagian 50% ³ 30%  jika berfrasi lempung
            c. Berkadar BO 20% jika berfraksi bukan lempung
O1¬ : horizon organik yang sebagian besar bagian-bagiannya masih
jelas menampakkan bentuk asli.
O2 : horizon organik yang sudah tidak tersidik bentuk asli asalnya.

 
2. Horizon mineral yang terdiri atas:
a.  horizon pengumpulan b.o yang terbentuk dekat permukaan
b.  lap yang telah kehilangan lempung, besi atau aluminium yang
mengakibatkan pengumpulan kwarsa atau mineral
c.  horizon yang dirajai (a) atau (b) tapi memperlihatkan sifat ke horison B atau  C dibawahnya.
A1 : terbentuk/sedang terbentuk pada/dekat muka tanah dengan penimbunan b.o. Terhumofikasi yang berhubungan dengan fraksi mineralnya. 
A2 : berciri pokok hilangnya lempung, besi atau aluminium sehingga terjadi
pemekatan residuil kwarsa.
A3 : horizon peralihan antara A dan B dan dirajai oleh sifat-sifat khas A1dan A2 yang menumpanginya, tapi mempunyai beberapa sifat tambahan
dari horizon B di bawahnya.
AB : peralihan antara A dan B, yang bagian atas berciri utama sifat-sifat A, dan bagian bawah seperti horizon B. Biasanya karena terlalu tipis, bila tebal harus dipisahkan. Keduanya tidak bisa dipisahkan menjadi A3 dan B1 
B : Ciri-ciri utamanya
a.       Pemekatan illuvial lempung silikat, besi, Al/humus baik sendiri-sendiri
maupun kombinasi.
b. Pemekatan residuil seskudesido atau lempung silikat dengan pelarutan/penghilangan karbonat-karbonat/garam-garam mudah larut.
c.   Terjadi pelarutan seskuidesida sehingga berwarna lebih tua, cemerlang
atau lebih merah tapi tak ada iluviasi besi.
d.  Perobahan bahan dari keadaan aslinya yang mengaburkan struktur batuan asli,   yang membentuk lempung-lempung silikat, membebaskan desida-desida atau keduanya dan membentuk struktur granuler, gumpal atau prismatik.
Menurut Hanafiah (2007), berdasarkan pembentukannya, bebatuan ini dikelompokkan menjadi  3 golongan yaitu:
1.      Batuan beku (igneous rock) yang merupakan bebatuan yang terbentuk dari proses solidifikasi (pembekuan) magma cair. Apabila proses pembentukannya terjadi jauh dibawah tanah, maka bebatuan yang terbentuk disebut plutonik (batuan dalam), disebut intrusi (batuan gang) jika
pembekuannya terjadi didalam liang-liang menuju permukaan tanah, dan disebut ekstrusi (batuan vulkanik atau lelehan) jika pembekuannya terjadi dipermukaan tanah.
2.      Batuan sedimen (sedimentary rock) merupakan bebatuan yang terbentuk dari proses konsolidassi (pemadatan) endapan-endapan partikel yang terbawa oleh angina atau air dibawah permukaan bumi.
3.      Batuan peralihan (metamorf) yang merupakan batuan beku atau batuan sedimen yang telah mengalami transformasi (perubahan rupa) akibat adanya pengaruh perubahan suhu, tekanan, cairan atau gas aktif.
      Horizon O adalah lapisan teratas yang hampir seluruhnya mengandung bahan organik. Tumbuhan daratan dan jatuhan dedaunan termasuk pada horizon ini. Juga humus. Humus dari horizon O bercampur dengan mineral lapuk untuk membentuk horizon A, soil berwarna gelap yang kaya akan bahan organik dan aktivitas biologis, tumbuhan ataupun hewan. Dua horizon teratas ini sering disebut topsoil.

 

\
Asam organik dan CO2 yang diproduksi oleh tumbuhan yang membusuk pada topsoil meresap ke bawah ke horizon E, atau zona pencucian, dan membantu melarutkan mineral seperti besi dan kalsium. Pergerakan air ke bawah pada horizon E membawa serta mineral terlarut, juga mineral lempung berukuran halus, ke lapisan di bawahnya. Pencucian (atau eluviasi) mineral lempung dan terlarut ini dapat membuat horizon ini berwarna pucat seperti pasir (Hakim, 2007).
Material yang tercuci ke bawah ini berkumpul pada horizon B, atau zona akumulasi. Lapisan ini kadang agak melempung dan berwarna merah/coklat karat akibat kandungan hematit dan limonitnya. Kalsit juga dapat terkumpul di horizon B. Horizon ini sering disebut subsoil. Pada horizon B, material Bumi yang masih keras (hardpan), dapat terbentuk pada daerah dengan iklim basah di mana mineral lepung, silika dan oksida besi terakumulasi akibat pencucian dari horizon E. Lapisan hardpan ini sangat sulit untuk digali/dibor. Akar tumbuhan akan tumbuh secara lateral di atasnya dan bukannya menembus lapisan ini; pohon-pohon berakar dangkal ini biasanya terlepas dari akarnya oleh angin (Pairunan, 1985).
Horizon C ialah material batuan asal yang belum seluruhnya lapuk yang berada di bawah horizon B. Material batuan asal ini menjadi subjek pelapukan mekanis maupun kimiawi dari frost action, akar tumbuhan, asam organik, dan agen lainnya. Horizon C merupakan transisi dari batuan asal (sedimen) di bawahnya dan soil yang berkembang di atasnya (Buckman, 1992).
            Contoh Tanah adalah suatu volume massa tanah yang diambil dari suatu bagian tubuh tanah (horison/lapisan/solum) dengan cara-cara tertentu disesuaikan dengan sifat-sifat yang akan diteliti secara lebih detail di laboratorium. Pengambilan contoh tanah dapat dilakukan dengan teknik dasar yaitu pengambilan contoh tanah secara utuh dan pengambilan contoh tanah secara tidak utuh (Anonim 1, 2010).
           Menurut Anonim 2 (2010), untuk penetapan sifat-sifat fisika tanah ada 3 macam pengambilan contoh tanah yaitu :
·         Contoh tanah tidak terusik (undisturbed soil sample) yang diperlukan untuk analisis penetapan berat isi atau berat volume (bulk density), tagihan ukuran pori (pore size distribution) dan untuk permeabilitas (konduktivitas jenuh).
·         Contoh tanah dalam keadaan agregat tak terusik (undisturbed soil aggregate) yang diperlukan untuk penetapan ukuran agregat dan derajad kemantapan agregat (aggregate stability).
·         Contoh tanah terusik (disturbed soil sample), yang diperlukan untuk penetapan
kadar lengas, tekstur, tetapan Atterberg, kenaikan kapiler, sudut singgung, kadar lengas kritik, Indeks patahan (Modulus of Rupture:MOR), konduktivitas hidroulik tak jenuh, luas permukaan (specific surface), erodibilitas (sifat ketererosian) tanah menggunakan hujan tiruan.
           Secara umum, analisis contoh tanah menurut (Anonim 2, 2010) bertujuan untuk :
a.       Menentukan sifat fisik dan kimia tanah (status unsur hara tanah).
b.      Mengetahui lebih dini adanya unsur-unsur beracun tanah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan soil yaitu
1.   Kemiringan
      Daerah dengan kemiringan terjal akan mengandung sedikit soil atau tidak sama sekali, Hal ini disebabkan oleh gravitasi yang membuat air dan partikel soil bergerak ke bawah. Vegetasi akan jarang sehingga akan sedikit akar tanaman yang menyentuh batuan lapuk dan akan sangat jarang bahan organik yang menyediakan nutrien. Kontras dengan yang tadi, daerah bottomland akan sangat tebal, namun drainasenya kurang baik dan soil akan jenuh air.
2.      Material Asal
                 Material asal adalah sumber dari mineral lapuk yang membentuk hampir seluruh soil. Soil yang berasal dari granit lapuk akan menjadi pasiran karena partikel kuarsa dan feldspar yang terlepas dari granit. Setelah butiran feldspar lapuk, mineral lempung berukuran halus akan terbentuk. Soil yang terbentuk akan memiliki variasi ukuran butir yang sangat baik untuk drainase dan kemampuan menahan air.
               Pembentukan soil dari basalt tidak akan menjadi pasiran, bahkan saat tahap awal pembentukannya. Jika pelapukan kimiawi lebih prevalent dari pada mekanis, butiran feldspar yang lapuk akan langsung menjadi mineral lempung halus. Karena batuan asal tidak mengandung butiran kasardan kuarsa, soil yang terbentuk akan kekurangan pasir. Soil seperti ini tidak akan terdrainase dengan baik, walau bisa saja tetap subur.
3.         Organisme Hidup
                 Fungsi utama organisme hidup adalah untuk menyediakan bahan organik bagi soil. Humus akan menyediakan nutrien dan membantu menahan air. Tumbuhan membusuk akan melepaskan asam organik yang meningkatkan pelapukan kimiawi. Hewan penggali seperti semut, cacing, dan tikus membawa partikel soil ke permukaan dan mencampur bahan organik dengan mineral.
             
                 Lubang-lubang yang dibuat akan membantu sirkulasi air dan udara, meningkatkan pelapukan kimiawi dan mempercepat pembentukan soil. Mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan protozoa membantu proses pembusukan bahan organik menjadi humus.
4.               Waktu
                 Karakter soil berubah seiring berjalannya waktu. Soil yang masih muda masih mencerminkan struktur material asalnya. Soil yang sudah dewasa akan lebih tebal. Pada daerah volkanik aktif, rentang waktu antarerupsi dapat ditentukan dengan meneliti ketebalan soil yang terbentuk pada masing-masing aliran ekstrusif. Soil yang telah terkubur dalam-dalam oleh aliran lava, debu vulkanik, endapan glasial, atau sedimen lainnya disebut paleosol. Soil seperti ini dapat dilacak secara regional dan dapat mengandung fosil. Maka dari itu, soil ini sangat berguna untuk dating batuan dan sedimen, serta untuk menginterpretasi iklim dan topografi lampau.
5.                Iklim
           Iklim barangkali merupakan faktor terpenting yang menentukan ketebalan dan karakter soil. Material asal pada topografi yang sama dapat terbentuki menjadi soil yang berbeda jika iklimnya berbeda. Temperatur dan curah hujan menentukan pelapukan kimiawi atau mekaniskah yang paling dominan, dan akan berpengaruh kepada laju dan kedalaman pelapukan. Iklim juga menentukan jenis organisme yang dapat hidup di soil tersebut.

2.2  Tanah Inseptisol
Inceptisol berasal dari kata latin inceptum, yang berarti permulaan. Perkembangan horison genetik, baru dimulai dalam inceptisol, tetapi mereka dianggap lebih tua dari Entisol. Keistimewaannya, Inceptisol mempunyai epipedon ochric dan horison subpermukaan cambic. Mereka dapat mempunyai horison diagnostic lain, tetapi memperlihatkan bukti kecil daru eluviasi kurang. Mereka kurang cukup menggambarkan petunjuk yang dapat ditempatkan pada setiap delapan ordo tanah yang tetap. (Foth,1994).
  Inceptisol terjadi pada semua daerah iklim, dimana mereka mengalami banyak pencucian dalam sebagian besar tahun. Pada peta ordo tanah, dua area yang besar diperlihatkan, termasuk tundra di Amerika Utara dan Asia-Eropa. Tanah tundra dicirikan dengan kandungan organic yang tinggi. Vegetasi terdiri terutama dari vegetasi berlumut, campuran cendawan dan lumut yang hidup bersama (lichens) dan sejenis alang-alang yang tumbuh di bawah. Tanaman-tanaman ini tumbuh sangat lambat tetapi rendahnya temperatur tanah menghambat perombakan bahan    organik,     berakibat     pada    tanah-tanah    dengan    kandungan    bahan organik yang tinggi. Mereka selalu mempunyai permafrost agak asam sampai sangat asam dan mempunyai mikrorelief permukaan yang disebabkan oleh pembekuan dan pencairan. Sebagian besar tanah tundra memperlihatkan bukti kebasahan atau drainase yang miskin. Mereka adalah Aquepts (Foth,1994).
Inseptisol adalah tanah – tanah yang kecuali dapat memiliki epipedon okrit dan horizon albik seperti yang dimiliki oleh tanah entisol juga memilikijuga mempunyai ciri lain ( misalnya horizon kambik ) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah lain. Inseptisol adalah tanah yang belum matang ( immature ) dengan perkembangan profil yang lemah dibanding dengan tanah, matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Beberapa factor yang sangat mempengaruhi inseptisol adalah bahan induk yang sangat resisten, posisi dalam landscape yang ekstrim yaitu daerah curam atau lembah dan permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut (Hardjowigeno, 2003).
Struktur tanah merupakan gumpalan kcil dari butiran – butiran yang terbentuk akibat butir – butir, pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat, seperti bahan organic, oksida – oksida besi, dan lain – lain. Tanah dikatakan tidak berstruktur apabila butiran – butiran tidak saling melekat satu sama lain ( disebut lepas, misalnya tanah pasir ) atau terlalu padu ( disebut massivel atau pejal ). Terdapat 4 bentuk utama struktur tanah yaitu lempeng, prisma, gumpal, dan bentuk spherodial.(Foth, 1994).




















III. KEADAAN UMUM LOKASI
3.1 Letak Astronomis dan Geografis
Lokasi tempat penelitian profil tanah adalah di wilayah Dusun Pangkajene, Desa Barugaia, Kecamatan Polut, Kabupaten takalar. Dengan letak astronomis  5022’21,2’’ Lintang Selatan, 119033’44” Bujur Timur. Untuk letak geografis pada pengambilan sampel profil tanah yaitu :
-      Sebelah Utara              : Desa Barugaia
-      Sebelah Selatan           : Desa Malolo
-      Sebelah Timur             : Desa Jera’baka
-      Sebelah Barat              : Desa Timbuseng

3.2 Iklim
Iklim merupakan faktor yang amat penting dalam proses pembentukan tanah. Suhu dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap intensitas reaksi fisik di dalam tanah. Daerah ini termasuk iklim C, sesuai dengan pembagian iklim Schmit Fergussan. Keadaan di lokasi adalah C2-C3 dengan curah hujan rata-rata berkisar        800-2500 mm.

3.3 Topografi
            Topografi merupakan perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah, termasuk perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Keadaan topografi di tempat pengambilan profil tanah adalah curam dengan persen kelerengannya adalah   8% - 15%.
3.4 Vegetasi
Vegetasi pada tempat pengambilan sampel tanah di profil dalam adalah subur, dengan tanaman utama berupa tanaman tebu, tanaman lain berupa kapuk, dan pohon pisang. Sedangkan pada tempat pengambilan sampel tanah pada profil dangkal adalah vegetasinya subur, dengan tanaman utama berupa tebu dan tanaman lainnya.













IV. METODOLOGI PERCOBAAN
4.1 Tempat dan Waktu Pengamatan
Pengamatan profil tanah ini diadakan di dusun pangkajenne’, Desa barugayya, kec.polombangkeng, kab. Takalar dan pada tanggal 26 September 2010 pukul.15.00 - 17.00 WITA.

4.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah cangkul, linggis, penggaris, cutter/pisau, meteran, ring sampel, papan, Daftar Isian Profil (DIP), kompas, dan GPS (Global Position Sistem)..
Bahan yang digunakan adalah kantong plastik gula, kantong mayat, papan,spidol, dan kertas label.

4.3  Prosedur Kerja
4.3.1 Cara Pengambilan Sampel Tanah Utuh
1.      Meratakan dan membersihkan lapisan yang akan diambil, kemudian meletakan ring sampel tegak lurus (bagian runcing menghadap ke bawah) pada lapisan tanah tersebut.
2.      Menekan ring sampel sampai ¾ bagiannya masuk ke dalam tanah.
3.      Meletakkan ring sampel lain tpepat di atas ring sampel pertama, kemudian tekan lagi sampai bagian bawah dari ring sampel kedua masuk ke dalam tanah (10 cm).
4.      Menggali ring sampel beserta tanah di dalamnya dengan skop atau linggis.
5.      Memisahkan ring sampel kedua dari ring sampel pertama dengan     hati-hati, kemudian potonglah kelebihan tanah yang ada pada permukaan dan bawah ring sampel sampai permukaan rata dengan permukaan ring sampel.
6.      Menutuplah ring sampel dengan plastik, lalu simpan dalam kotak khusus yang sudah disediakan.
4.3.2 Cara Pengambilan Sampel Tanah Terganggu
1.      Ambil tanah dengan sendok tanah atau pisau sesuai dengan lapisan yang akan diambil, mulailah dengan lapisan paling bawah.
2.      Masukkan dalam kantong plastk yang telah di beri label.















V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
            Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh di lapangan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel: Hasil Pengamatan Profil Tanah di Wilayah Takalar
Lapisan
I
II
III
IV
Kedalaman Lapisan (cm)
23
39
25
48
Batasan Lapisan
Nyata
Baur
Baur
Baur
Topografi Batas Lapisan
Berombak
Tidak teratur
Tidak Teratur
Tidak teratur
Warna (Munsell)
Hitam
Coklat Muda
Hitam
Abu-abu
Tekstur
Pasir
Lempung Pasir
Lempung Berliat
Liat
Struktur
Kasar
Sedang
Halus
Kasar
Konsistensi
Lepas
Lepas
Gembur
Tegak
Karatan
Fe
Fe
Tidak ada
Tidak ada
Sumber : Data Primer, 2010

5.2 Pembahasan
      Berdasarkan pada tabel di atas, terlihat bahwa setiap tanah mempunyai horison-horison yang berbeda. Lapisan I pada profil dalam mempunyai kedalaman lapisan 23 cm dan berwarna hitam. Warna gelap tersebut terjadi karena dipengaruhi oleh kandungan bahan organik yang tinggi yang terdekomposisi. Hal ini sesuai dengan dituturkan Hakim (2007) yang menyatakan bahwa horison teratas hampir seluruhnya mengandung bahan organik. Tumbuhan daratan dan jatuhan dedaunan termasuk pada horizon ini. Humus dari horizon bercampur dengan mineral lapuk untuk membentuk lapisan 1, soil berwarna gelap yang kaya akan bahan organik dan aktivitas biologis, tumbuhan ataupun hewan.      
      Lapisan II pada profil dalam mempunyai kedalaman lapisan 39 cm dan berwarna coklat muda. Memiliki tekstur pasir dan pasir karena pada saat pengambilan profil butir-butir struktur agak kuat dan tidak hancur atau rusak. Konsistensinya lepas karena tanah tidak melekat satu sama lain, dan tidak ada karatan. Hal ini sesuai dengan Pairunan (1985).
     Lapisan III pada profil dalam berwarna hitam dengan kedalaman lapisan 25 cm. Memiliki tekstur pasir dan struktur halus. Konsistensinya gembur, karena diperlukan sedikit tekanan untuk menghancurkan gumpalan tanah dengan meremasnya. Hal ini sesuai dengan Buckman (1982) yang menyatakan bahwa pada lapisan ke III merupakan transisi dari batuan asal dibawahnya dan soil yang berkembang diatasnya.
      Lapisan IV pada profil berwarna abu-abu dengan kedalaman 48 cm. Memiliki tekstur debu dan struktur halus. Konsistensinya gembur, karena diperlukan sedikit tekanan untuk menghancurkan gumpalan tanah dengan meremasnya. Hal ini sesuai dengan Hanafiah (2007). Adanya karatan menunjukkan bahwa udara masih dapat masuk ke dalam tanah sehingga terjadi oksidasi di tempat tersebut.













VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
-  Lapisan I mempunyai kedalaman 23 cm dengan warna hitam, memiliki batasan lapisan nyata, topografi batas lapisan berombak, konsistensi tanah lepas, tekstur lempung, struktur sangat kasar, dan tidak ada karatan.
-  Lapisan II mempunyai kedalaman 39 cm dengan warna tanah coklat, memiliki batasan lapisan baur, topografi batas lapisan berombak, konsistensi tanah lepas, tekstur pasir, struktur sedang, dan tidak ada karatan.
-  Lapisan III mempunyai kedalaman 25 cm dengan warna tanah hitam, memiliki batasan lapisan baur, topografi batas lapisan tidak teratur, konsistensi tanah gembur, tekstur pasir, struktur halus, dan tidak ada karatan.
-  Lapisan IV mempunyai kedalaman 48 cm dengan warna tanah abu-abu, memiliki batasan lapisan baur, topografi batas lapisan tidak teratur, konsistensi tanah gembur, tekstur pasir, struktur halus, dan tidak ada karatan.
-  Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan soil yaitu kemiringan, material asal, organisme hidup, waktu dan iklim.
-  Analisis tanah bertujuan untuk menentukan sifat fisik dan kimia tanah juga mengetahui lebih dini zat beracun tanah.

6.2 Saran
      Untuk percobaan selanjutnya supaya waktunya tidak di undur dengan waktu yang telah di tentukan.





































DAFTAR PUSTAKA


Buckman dan Brady, 1982. Ilmu Tanah. Bharata Karya Aksara, Jakarta
Foth, Hendry D., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Erlangga, Gajah Mada     University Press, Yogyakarta

Hakim, N., M. Yusuf Nyakpa, A. M. Lubis, Sutopo Ghani Nugroho, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung

Hardjowigeno, H. Sarwono., 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta

Munir, 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya, Jakarta
Anonim 1, 2010. Pengertian Profil Tanah. http://www.gudangmateri.com//.        Diakses pada tanggal 30 September 2010
Anonim 2, 2010. Ilmu Tanah. http://www.crayonpedia.org/mw”. Diakses                         pada tanggal 1  Oktober 2010.
Hanafiah., K., A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Rajawali Persada: Jakarta.



DASAR-DASAR ILMU TANAH
(analisis struktur tanah))






NAMA           :Nur Akmal Abdullah
NIM                : G411 09 014
Kelompok       : enam (6)
ASISTEN       : MUH. NASRAHYANSAR




Prodi Keteknikan Pertanian
Jurusan Teknologi Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Hasanuddin
Makassar
2010
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar